Kamis, 11 Maret 2010
Kawasan Agraris Semakin Berkurang
Perubahan ini kemungkinan menjadi jalan bagi pembangunan pabrik semen gresik yang sempat mendapat penolakan dari masyarakat jateng pada tahun 2009 lalu. Bagaimanapun perlu kearifan dari pemerintah dan anggota dewan dalam menetapkan keputusan perubahan kawasan ini, mengingat saat ini masyarakat dunia sedang aktif menggalakan kawasan hijau didalamnya kawasan agraris dalam mengatasi perubahan iklim dan pemanasan global.
Pelestarian lingkungan dengan mengembangkan kawasan baru membutuhkan waktu yang cukup lama serta membutuhkan anggaran yang cukup besar, selain itu di wilayah kawasan pati merupakan salah satu daerah rawan bencana dengan cakupan yang cukup luas, khususnya bencana banjir dan kekeringan.
Apabila perubahan kawasan ini untuk mengejar peningkatan perekonomian daerah serta masyarakat, sebaiknya dikaji kembali secara mendalam apakah dampak peningkatan perekonomian sebanding dengan kemungkinan bencana yang akan timbul sebagai dampak negatif dari perubahan kawasan ini. Kajian yang dilakukan lembaga yang berkompeten juga saling bertolak belakang sehingga masih dibutuhkan sebuah kajian baru dari lembaga independen yang dapat memberikan ulasan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Masyarakat wilayah Pati dan Jawa Tengah akan bertanya-tanya apabila kaputusan perubahan ini tidak melalui sebuah tahapan yang diterima secara teknis dan prosedural, jangan sampai muncul anggapan bahwa ada "permainan" di balik perubahan kawasan agraris menjadi industri dan pertambangan ini, yang hanya menguntungkan bagi sebagian kecil dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Rabu, 10 Maret 2010
Badai Sistemik
Badai Matahari Berdampak Sistemik 1, Lapan Prediksi Tahun 2012 - 2015
Senin, 08 Maret 2010, 14:49 WIB
http://berita8. com/news. php?cat=7& id=20057
Isu kiamat yang belakangan terjadi ternyata benar adanya, namun kiamat
dalam hal ini adalah kiamat kecil.
Badai Matahari itulah yang diperkirakan akan terjadi puncaknya mulai
tahun 2012 sampai 2015, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan) Indonesia mengatakan hal tersebut.
Berbagai dampak pastinya akan dirasakan oleh jutaan umat manusia di muka
bumi, salah satunya adalah akan terjadi perubahan cuaca yang ekstrem,
"namun tidak sampai menghancurkan peradaban manusia di bumi," kata
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Lapan, Elly Kuntjahyowati, Jumat
(5/3/2010) di Jakarta.
Salah satunya adalah perubahan cuaca antariksa. Cuaca antariksa
disebabkan aktivitas matahari yang melontarkan miliaran ton partikel,
plasma berenergi tinggi, dan radiasi gelombang elektromagnetik.
Efeknya adalah ketika ativitas matahari meningkat, maka matahari akan
memanas sedangkan partikel matahari yang menembus lapisan atmosfer bumi
akan mempengaruhi cuaca dan iklim bumi.
Tak hanya itu, badai tersebut yang paling utama akan dirasakan pada
teknologi tinggi Satelit dapat kehilangan kendali dan komunikasi radio
akan terputus karena panas bumi meningkat drastis.
Badai Matahari sebelumnya juga pernah terjadi pada pagi hari, tepatnya 1
September 1859, seperti dilansir DailyMail, kejadiaan tersebut berawal
dari seorang astronom terkenal di Inggris Richard Carrington tengah
mengamati matahari dengan menggunakan sebuah alat filter namun tiba-tiba
ada sebuah kilatan cahaya pada matahari.
Saat ini, tanda-tanda badai matahari mungkin bisa di rasakan, salah
satunya adalah suhu panas di wilayah tropis saat pagi hari, padahal
tahun sebelumnya jika pukul 09.00 Wib suhu masih cukup dingin. Bab I
(Fz/JH/Bersambung)
Senin, 01 Februari 2010
Lagoon 500
*Lagoon 500*
31 Jan 2010
Arys Hilman
Catatan itu muncul di layar komputer tiga hari lalu. Dari Sen-sen
Gustafsson, teman yang bermukim di Swedia. Catatannya aktual, tentang
pembelian kapal survei senilai Rp 14 miliar oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan."Geli rasanya," komentar Sensen tentang pembelian itu. Bukan
karena kapal itu tidak bagus, melainkan karena pilihan jenis kapalnya,
sebuah yacht Lagoon 500. Kapal jenis kata-maran ini, menurut dia, hanya akan
memuaskan hasrat personal ketimbang tujuan riset dan pemantauan lingkungan.
Maklum, kapal layar jenis ini lazimnya untuk para konglomerat kaya dunia
dengan fasilitas layaknya hotel bintang lima.
Saya sepenuhnya sepakat dengan Sensen. Apalagi dia kredibel dalam soal ini.
Sebagaimana keluarga lainnya di Swedia, dia memiliki kapal yang biasa
digunakan untuk menyinggahi pulau-pulau yang amat banyak di negerinya.
Suaminya, saat tahu Kementerian Kelautan dan Perikanan membeli Lagoon 500
untuk survei, pun berseru takjub. "Are you kidding? katanya. Lagoon 500,
baginya, lebih mungkin untuk bersenang-senang dibandingkan penelitian.Dari
sudut harga dan kelengkapan, kapal ini adalah gambaran kemewahan. Tidak
hanya bagi kita yang sulit menghitung angka nol pada nilai 14 miliar,
melainkan juga bagi para pemilik kapal layar di dunia. Amat mudah bagi kita
untuk menyimpulkan bahwa ada hal yang berlebihan, tidak proporsional, dan
keterlaluan dalam masalah ini.
Citra kemewahan akan sangat terasa saat fakta yang hadir adalah sesuatu yang
tak terbayangkan bakal terjangkau. Kalau kita tak mampu membeli mobil
senilai Rp 200 juta, maka kita akan menyebutnya sebagai barang mewah. Kalau
kita tak mampu membeli rumah seharga Rp 1 miliar, maka kita akan menilai
rumah seharga itu sebagai kemewahan. Tapi, kalau kita punya mobil senilai Rp
300 juta dan rumah seharga Rp 5 miliar, maka kita takkan lagi merasakan
kemewahan pada mobil dan rumah dengan nilai di bawahnya.Kalau pemilik ide
pembelian Lagoon 500 menilai kapal itu dalam jangkauan kemampuan mereka,
maka ia takkan merasakan kemewahan kapal itu. Mereka akan menyebutnya
sebagai kewajaran. Sayangnya, hal ini bermakna bahwa ia berjarak amat jauh
dengan masyarakat pada umumnya, masyarakat yang uangnya mereka setor dalam
bentuk pajak dan menjadi modal pembelian kapal itu.
Kesenjangan semacam itu berbahaya. Pemegang kebijakan tumpul nuraninya dan
menggunakan standar kehidupan yang menjulang seakan-akan sebagai haknya.
Takkan mengherankan, bila mereka juga akan berlaku serupa saat membeli mobil
dinas, membangun pagar kantor, atau merenovasi rumah jabatan. Padahal, semua
modal pembelian, pembangunan, atau renovasi berasal dari rakyat yang akan
menganggap semua itu sebagai kemewahan.Di masa lalu, sekitar masa pergeseran
abad ke-19 ke abad ke-20, perilaku ini muncul di kalangan priyayi, pengemban
jabatan dari pemerintah kolonial, dan para bupati.
Tentu bukan Lagoon 500 atau Toyota Crown Royal Saloon yang mereka
per-tontonkan kepada rakyat pembayar pajak atau upeti, melainkan kuda-kuda
terbaik dan tergagah. Para bupati biasa menukarkan kuda-kuda mereka yang
patah kakinya dengan kuda-kuda bagus milik priyayi rendahan. Mirip seorang
menteri yang mengeluhkan kendaraan dinas Toyota Camry berusia lima tahun dan
begitu senang karena kendaraan penggantinya bernilai tiga kali lipat. Ini
adalah persoalan gaya hidup yang terpaut jarak amat jauh dengan kehidupan
rakyat. Elite-elite birokrasi tak merasa bersalah menggunakan uang rakyat
untuk kepentingan yang menurut mereka wajar belaka, padahal rakyat
menganggapnya sebagai hal yang tak patut. Di era modern, mereka mungkin akan
melakukan "penelitian" di atas Lagoon 500 seraya mengajak anak istri karena
empat kamar di dalam kapal itu memang nyaman untuk berpesiar. Ini tak ada
bedanya dengan para bupati di masa lalu yang acap mengajak kawan-kerabatnya
untuk berburu harimau atau rusa, walaupun sadar betapa mahalnya pesiar
semacam itu.
Kesenjangan ini pula yang sebenarnya muncul dalam persoalan penggusuran di
rumah-rumah dinas militer. Mereka yang terusir lazimnya adalah keluarga
kelas prajurit hingga perwira menengah, bukan perwira tinggi. Saat kebutuhan
rumah untuk mereka tak terpenuhi, segelintir perwira justru berjarak dengan
gaya hidup mereka yang berbeda. Boleh dibilang, semua kesatuan memiliki
lapangan golf. Demikian pula, banyak kotama di daerah dan korps memiliki
fasilitas semacam itu. Untuk siapa? Tentu bukan untuk tamtama atau bintara.
Kemewahan yang melampaui rasa kepatutan masyarakat adalah hal konyol. Dalam
banyak kasus malah terasa memalukan. Saya teringat cerita tentang para
utusan pemerintah kita saat menegosiasikan utang dengan Jepang. Mereka
datang ke tempat pertemuan menggunakan mobil mewah, sementara para pejabat
negara pemberi utang justru hadir naik kereta bersama masyarakat mereka pada
umumnya.
Sumber: http://bataviase. co.id/node/ 78090?page= 3
Senin, 25 Januari 2010
Kali Garang Mengandung E-coli dan Logam Berat
Layakkah Kali Garang Jadi Sumber Air Minum (1) SM 25-10-2010
Mengandung E-coli dan Logam Berat
Kali Garang merupakan sungai penting di Kota Semarang. Selain menjadi saluran utama pengendali banjir, airnya digunakan sebagai sumber air baku PDAM. Namun dari tahun ke tahun, tingkat pencemaran di kali ini semakin parah. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jateng baru-baru ini bahkan menyatakan air Kali Garang tak layak digunakan untuk bahan baku air minum. Benarkah demikian?MUKA Siti Halimah tiba-tiba berubah aneh: dahinya mengkerut, hidungnya mengempis. Sepanci air yang baru ditadah dari keran ledeng milik PDAM buru-buru ia buang ke wastafel. ”Ada putih-putihnya, juga bau kaporit,” ujarnya spontan.
Sedianya air itu hendak ia gunakan untuk merebus mie instan. Namun karena khawatir dapat mengganggu kesehatan, niat tersebut ia urungkan. Sebagai gantinya, Siti memakai air galon yang kualitasnya relatif lebih baik. Lima belas menit kemudian, mahasiswi yang indekos di daerah Pleburan itu sudah menyantap makanannya dengan tenang.
Kualitas air PDAM yang mengalir ke rumah kos Siti patut dikeluhkan. Selain bau kaporit yang menyengat, air tersebut mengandung partikel lembut berwarna keputih-putihan. Siti mengaku tak berani menggunakannya untuk keperluan konsumsi. Air itu cuma ia pakai untuk mandi dan mencuci.
Keluhan terhadap kualitas air PDAM juga dilontarkan Ny Budiono, warga Lemahgempal. Tak hanya kaporit, air yang mengalir ke rumahnya kerap menyisakan endapan.
Saat musim penghujan, endapannya berwarna kecokelatan, sedang pada musim kemarau, kekuning-kuningan menyerupai kotoran manusia. Supaya dapat digunakan, air tersebut harus didiamkan beberapa lama, hingga kotoran yang ada betul-betul mengendap. ”Saya gunakan air itu untuk mandi, mencuci, dan memasak makanan. Sedangkan untuk minum saya memilih beli air kemasan isi ulang.”
Air ledeng yang mengalir ke rumah kos Siti dan kediaman Ny Budiono berasal dari instalasi pengolahan air (IPA) milik PDAM Tirta Moedal di Jalan Kelud Raya. Bahan baku air tersebut diambil dari Kali Garang.
Sejatinya, keluhan terhadap kualitas air hasil pengolahan IPA tersebut sudah berlangsung lama. Namun, kebanyakan pelanggan cenderung diam. Ny Budiono misalnya, enggan protes karena yakin hal itu tak akan menyelesaikan persoalan. Seperti pelanggan-pelanggan yang lain, ia memilih memanfaatkan air berkualitas rendah itu hanya untuk keperluan terbatas.
Apa penyebab rendahnya kualitas air PDAM dari IPA di Jalan Kelud Raya? Sumber air bakunya yang tidak memenuhi syarat, ataukah karena proses pengolahannya yang kurang sempurna? Bicara soal sumber air baku, kita tak bisa menafikan temuan BLH Provinsi Jateng yang menyebut air Kali Garang tercemar berat dan tak layak dikonsumsi.
Hasil penelitian tanggal 8 Juni 2009 menunjukkan, air Kali Garang mengandung sejumlah senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Dari sampel air yang diambil di Tugu Suharto, diketahui kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD) mencapai 7,296, TSS 55, Padahal mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, ambang batas BOD maksimum adalah 2, TSS 50.
Di luar itu, air Kali Garang juga diketahui tercemari bakteri Escherichia coli (E-coli), serta senyawa kimia lain seperti seng (Zn), kadmium (Cd), Khrom (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), sianida (CN), nitrit (NO2), dan belerang (H2S). Namun dari senyawa-senyawa kimia itu, baru kadar Zn yang melampaui ambang batas, yakni sebesar 0,144.
Sejak dari Hulu
Sumber dari pencemaran diduga adalah limbah industri dan rumah tangga yang berasal dari pabrik-pabrik serta permukiman di sepanjang aliran sungai itu. Meminjam hasil penelitian mahasiswa Universitas Negeri Semarang, pada kurun 1980-an hingga 2003 terdapat 1.229 pabrik yang membuang limbahnya ke Kali Garang. Sebagian limbah dibuang tanpa pengolahan optimal.
Proses pencemaran bahkan sudah terjadi sejak dari hulu sungai. Data Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan, dan Energi Kabupaten Semarang tahun 2009, menyebutkan, ada sekitar 44 perusahaan, baik besar, menengah maupun kecil di Kabupaten Semarang yang berpotensi mencemari Kali Garang. Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Jatibarang di dekat Kali Kripik, juga turut menanam saham pencemaran di Kali Garang.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Undip, Prof Dr dokter Anies MKes PKK mengungkapkan, pencemaran di Kali Garang sudah masuk dalam kategori mengkhawatirkan. Jika air yang tercemar itu dikonsumsi, akan berakibat buruk terhadap kesehatan manusia.
Bakteri E-coli misalnya, dapat menyebabkan penyakit gangguan pencernaan seperti diare. Sedangkan logam berat mempunyai sifat bioakumulasi dan biomagnifikasi. Jika dikonsumsi terus-menerus, akan menimbun di dalam tubuh. ”Dalam kadar tertentu akan memicu terjadinya penyakit, seperti kanker, ginjal, bahkan sistem syaraf dan psikologi pada manusia,” ujar Anies.
Supaya bisa dikonsumsi dan tidak menimbulkan penyakit, air Kali Garang harus diolah secara saksama. Pengolahannya, wajib mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.(Rima Mayasari, Dian Chandra, Diantika Permatasari-18)
Abrasi di Pantai Batang
7,5 Km Pantai Batang Rusak akibat Abrasi
Suara Merdeka 25 januari 2010BATANG - Sepanjang 7,5 km pantai di delapan desa di Batang rusak akibat pengikisan air laut (abrasi). Luas dan volume hutan pantai di pesisir Batang harus ditambah untuk menangkalnya.
Dari panjang pantai sejauh 38,75 km, kerusakan pantai mencapai 19,35%. Kerusakan pantai terpanjang terdapat di Desa Klidang Lor, Kecamatan Batang sepanjang 1,5 km. Termasuk di dalamnya Pantai Sigandu.
Sekitar 1 km Pantai Sigandu terkena abrasi yang merusak tanaman peneduh dan pantai lainnya. Padahal, kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai hutan kota atau pantai melalui Keputusan Bupati Batang Nomor 522/279.A/2005 tentang Hutan Kota Kabupaten Batang.
Jika tidak segera ditangani, abrasi akan mengancam hutan pantai di pantai tersebut. Hutan itu lambat laun akan berkurang karena tergerus air laut.
Kepala BLH Agus Riyadi menjelaskan, upaya penanganan abrasi pantai dilakukan melalui metode sipil teknis ataupun vegetatif. ìVegetatif yaitu dengan menanam beberapa jenis tumbuhan pantai seperti cemara laut, ketapang, nyamplung, dan pandan laut,î jelasnya, akhir pekan lalu.
Terus Ditambah Sementara sipil teknis dengan pembuatan kluwung beton. Inilah yang telah diterapkan di Pantai Sigandu untuk menangkal abrasi di sana. Awalnya, BLH hanya membangun 44 kluwung beton yang di dalamnya ditanami mangrove. Kluwung tersebut akan terus ditambah.
Luasan hutan pantai memang harus ditambah untuk menangkal gerusan ombak. Data inventarisasi potensi daerah pesisir dan pantai BLH Kabupaten Batang menunjukkan, luasan hutan pantai (dalam hal ini hutan mangrove) paling kecil yaitu hanya dua hektare.
Sementara itu, pemanfaatan daerah pesisir dan pantai lainnya relatif lebih luas, misalnya kawasan industri (3 ha), pelabuhan (2,50 ha), tambak (34,25 ha), pantai wisata (14 ha), permukiman (20 ha), terumbu karang (25 ha), dan tegalan atau pertanian (333,50 ha). ìKami terus mengupayakan sumber dana untuk menangani hal tersebut,î tegas Agus. (K30-70)
Rabu, 20 Januari 2010
Unit Pabrik Pengolahan Sampah Organik Jatibarang Semarang
Ditulis Oleh: infokom |
Thursday, 10 April 2008 |
Pemerintah Kota Semarang akan bekerjasama dengan PT Narpati Agung Karya Persada Lestari untuk mengelola sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang, yang ditandai dengan penandatanganan MoU (perjanjian kerjasama) oleh Walikota Semarang Sukawi Sutarip dan Direktur Utama PT Narpati Agung Karya Persada Lestari Ismawan Hartoyo di Ruang VIP Walikota Semarang, Senin (7/4). Dengan kerjasama ini PT Narpati akan membangun pabrik pengolah sampah menjadi pupuk organik di lahan TPA Jatibarang seluas 4 hektare atau sekitar 10 persen dari keseluruhan lahan TPA yang mencapai 44,5 hektare. Usai penandatanganan, walikota mengungkapkan bahwa kerjasama yang berlaku 25 tahun ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Dari pihak PT Narpati akan mengolah sampah menjadi pupuk organik dengan teknologi International Bio Recovey (IBR) dari Canada, untuk kemudian hasilnya yang berupa pupuk cair dan pupuk padat akan diekspor salah satunya ke Amerika Serikat. Sedangkan dari pihak pemerintah kota, pengolahan sampah yang berarti mengurangi sampah lama maupun baru dapat mengurangi beban TPA yang sudah overload dan pemerintah tidak perlu mencari lagi lokasi baru TPA, kemudian dapat mengurangi gas metan, serta terdapat kompensasi uang bagi pemerintah kota sebesar Rp 580 juta per tahun. "Dalam pembangunan pabrik yang mencapai Rp 118,5 miliar akan menggunakan dana dari PT Narpati, pihak pemerintah kota hanya menyewakan lahan untuk lokasi pabrik dan memperoleh keuntungan pengurangan sampah di TPA dengan prediksi 300 ton per hari", ungkap walikota. Terkait dengan ikut serta kota Semarang megurangi gas metan, walikota meminta Kepala BKPM PB dan A Harini Krisniati menggandeng Sudharto P Hadi menjadi konsultan untuk melaksanakan perhitungan jumlah gas metan yang berkurang dari hasil kerjasama ini, dan memasukkan hasil pengurangan gas metan dalam Protokol Kyoto. Perjanjian pembuatan pabrik pengolahan sampah yang akan beroperasi sekitar bulan Juli 2009 ini ditandatangani pula oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Pemberdayaan BUMD dan Aset Daerah (BKPM dan A) Kota Semarang Harini Krisniati, Kepala Dinas Kebersihan Kota Semarang Akhmat Zaenuri dan Komisaris Utama PT Narpati Agung Karya Persada Lestari Sarjono. |
Jumat, 15 Januari 2010
136 Sungai di Jateng Tercemar
SUARA MERDEKA CETAK - 136 Sungai di Jateng Tercemar